Susunan Jumlah
Untuk membentuk
PASKIBRAKA di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, diperlukan jumlah minimal
anggota pasukan sebanyak 17 + 8 = 25
orang atau kelipatan dua dari itu sebanyak 50 orang. Susunannya terdiri dari
Kelompok Pengiring/17 dan Kelompok Pembawa/8. Untuk menentukan jumlah ini perlu
diperhitungkan faktor “pemerataan”, yakni jangan sampai terjadi ada pihakpihak
yang merasa tidak diikut-sertakan.
Untuk tingkat provinsi,
peserta (anggota pasukan) didapat dari Kabupaten/Kota yang ada di wilayahnya.
Setiap provinsi, memiliki sejumlah Kabupaten/Kota yang berbeda satu sama lain.
Sebagai contoh, di tingkat nasional, anggota pasukan didapat utusan dari
provinsi yang berjumlah 34 orang, sehingga
terkumpul 68 orang, karena setiap provinsi mengirim satu putra dan satu putri.
Dengan jumlah 68, disiapkan 2 pasukan. Untuk mengibarkan bendera (pagi),
ditugaskan kepada pasukan A. Untuk menurunkan bendera (sore), ditugaskan kepada
pasukan
B. Karena jumlah anggota
pasukan awal adalah 17 + 8 = 25, masing-masing kelebihan 9 orang anggota
dimasukkan ke dalam pasukan 17.
Untuk
membentuk PASKIBRAKA tingkat provinsi, sebagai contoh
di DKI Jakarta yang diwakili 5 kotamadya,
maka diperlukan 5 atau 10 orang siswa SMA dari setiap utusan kotamadya; untuk
membentuk satu atau dua pasukan. Sedangkan untuk membentuk PASKIBRAKA tingkat
Kabupaten/Kota, calon anggota Pasukan diperoleh dari utusan SLTA yang ada di
Kabupaten/Kota tersebut.
Susunan minimal terdiri
atas Kelompok Pengiring dan Pembawa, 17 + 8 = 25 orang.
2.
Pola dan Bentuk Latihan
Pola dan bentuk latihan
untuk PASKIBRAKA telah ditentukan, yaitu latihan kepemimpinan .pemuda tingkat Pemuka (untuk nasional) dan tingkat
Perintis (untuk daerah ditambah keterampilan teknis mengibarkan dan menurunkan
bendera). Kurikulum dan jadwal latihan harus mencakup keduanya yang dibimbing
oleh pembina dan pelatih.
Penerapan sistem
pendekatan Keluarga Bahagia dalam gambaran Desa Bahagia perlu dilakukan, karena
dengan pendekatan itu pembentukan watak dan pribadi anggota serta penyelesaian
tugas mengibarkan/menurunkan bendera kebangsaan Sang Merah Putih dapat
dilakukan secara baik dan berhasil.
Penggunaan adat/tata upacara khas, pemakaian atribut, dengan latihan yang
dilakukan secara benar, fokus, serius, disiplin,
gembira, dan penuh persaudaraan mempercepat keakraban antar anggota dan
semangat juang menyelesaikan tugas dengan penuh tanggung jawab, akan
meningkatkan kualitas kejiwaan dan perilaku dalam melaksanakan tugas.
3.
Tata Iaku dan gerak
Situasi dan tapak
(lokasi) lapangan upacara akan menentukan tata laku dan gerak pasukan, terutama
masalah letak tiang bendera dan mimbar lnspektur Upacara. Sebagai contoh,
halaman Istana Merdeka yang pasukan upacaranya digelar di tengah lapangan dan
ada kolam bundar. Dengan situasi seperti itu, tata laku dan gerak PASKIBRAKA
harus berputar disela-sela gelar pasukan upacara. Pasukan upacara saat
menghormati bendera harus balik kanan dan membelakangi lnspektur Upacara.
Tapak lapangan upacara dapat
berposisi:
a.
Irup
tiang bendera - Dan Up - Pasukan Upacara
b.
Tiang
bendera - Irup - Dan Up - Pasukan Upacara
c.
Irup
- Dan Up - Pasukan Upacara - Tiang Bendera
Di ketiga tapak yang
memiliki posisi berbeda, akan berbeda pula tata laku dan gerak Paskibra pada
saat bertugas. Gerak pasukan hendaklah praktis dan sederhana, hindarkan gerak
yang ruwet dan banyak memerlukan jumlah jam latihan yang ideal untuk mencapai kemahiran
tanpa kesalahan. Gerakan juga harus tampak tertib, kompak, disiplin tinggi,
tetapi tetap indah dipandang mata.
Bila anggota TNI
diikutsertakan sebagai pendamping Pembawa Baki Bendera dan Kelompok Pengawal,
perlu latihan menyamakan langkah karena derap langkah TNI lebih panjang
dibandingkan dengan langkah siswa SMA, lebih-lebih siswa putrinya. Kemungkinan
besar, pihak TNI yang harus menyesuaikan diri terhadap derap langkah siswa SMA,
bukan sebaliknya. Bunyi derap langkah maju harus sama dengan derap langkah di
tempat. Formasi barisan akan menyesuaikan diri dengan tata laku dan gerak
PASKIBRAKA pada waktu menjalani tapak
upacara yang berposisi tertentu.
4.
Tata Kerja
Organisasi
penyelenggaraan hendaknya dipisahkan dari organisasi pendidikan dan pelatihan.
Pembina dan pelatih sebaiknya dibebaskan dari tanggungjawab administrasi,
keuangan, perlengkapan, dan lain-lain agar perhatian mereka fokus pada masalah
pembinaan dan keterampilan teknis. Dengan demikian organisasi penyelenggaraan
merupakan unsur bantu terhadap organisasi pendidikan dan pelatihan. Dalam
organisasi pendidikan dan pelatihan, unsur pelatihan adalah unsur bantu karena
dalam organisasi pendidikan digambarkan sebagai Kelurahan Putra dan Kelurahan
Putri, masing-masing dikepalai oleh Pak Lurah dan Bu Lurah. Untuk melengkapi
imajinasi tadi, penanggung jawab pembinaan bisa menjadi Camat atau atasannya,
Bupati, dan seterusnya.
5.
Irama dan Urutan
Pada saat perencana
membuat/menyusun materi kurikulum dan jadwal kegiatan pendidikan dan pelatihan
harus diingat mengenai irama dan urutan. Siapapun tidak menghendaki terjadinya
kelelahan yang berat dan pada peserta latihan.Selain harus diatur irama antara kegiatan yang
melelahkan dan istirahat atau kegiatan santai gembira, juga urutan materi harus
“runtut” sesuai proses, tidak loncat-loncat atau bolak-balik.
Sering
terjadi, Tim Pelatih merasa bertanggung jawab atas penunaian tugas, merasa
porsi latihan dan keterampilan teknisnya tidak cukup. Kemudian, mereka menuntut
agar porsinya ditambah Iebih banyak lagi. Ternyata hasilnya tidak jauh berbeda
dengan bila porsinya biasa, bahkan akibatnya beberapa anggota bisa saja ambruk
karena kelelahan.Dengan demikian, keseimbangan dalam kegiatan harus benar-benar
diperhatikan oleh para Pelatih, Pembina, dan Penyelenggara.
No comments:
Post a Comment