• LAZADA EVERMOS TOKOPEDIA SHOPPE TIKTOK

     

    MINAT PUNYA RUMAH DI BANDUNG ?

    sejarah bendera pusaka dan paskibraka dan dasar hukum



    SEJARAH BENDERA PUSAKA DAN PASKIBRAKA
    Pergolakan untuk mencapai kemerdekaan melalui proses pengorbanan dan perjuangan yang sangat panjang. Pertempuran, aksi teror, dan intimidasi yang dilakukan penjajah Belanda semakin meningkat. Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 bukan berarti perjuangan usai, dan Belanda masih tetap ingin menguasai Indonesia sehingga pertempuran dan perjuangan masih berlanjut. Pada 4 Januari 1946 situasi Jakarta sangat genting, Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia meninggalkan Jakarta menuju Yogyakarta dengan menggunakan kereta api. Bendera Pusaka turut dibawa dan dimasukkan dalam kopor pribadi Presiden Soekarno. Selanjutnya, Ibukota Republik Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta.
    Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun ke-2 Kemerdekaan Republik Indonesia, Presiden Soekarno memanggil salah seorang ajudan beliau, yaitu Mayor (L) Husein Mutahar. Selanjutnya Presiden Soekarno memberikan tugas kepada Mayor (L) Husein Mutahar untuk mempersiapkan upacara kenegaraan peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1946 di halaman Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta.
    Mayor Husein Mutahar berpikir, bahwa untuk menumbuhkan rasa persatuan bangsa, pengibaran Bendera Pusaka sebaiknya dilakukan oleh para pemuda Indonesia. Kemudian beliau menunjuk 5 orang pemuda yang terdiri atas 3 orang putri dan 2 orang putra sebagai perwakilan daerah yang berada di
    Yogyakarta untuk melaksanakan pengibaran Bendera Pusaka.
    Tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan agresi yang ke-dua. Pada saat Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta dikepung Belanda,  Husein Mutahar dipanggil oleh Presiden Soekarno dan ditugaskan untuk menyelamatkan Bendera Pusaka. Penyelamatan Bendera Pusaka ini merupakan salah satu bagian dari sejarah untuk menegakkan berkibarnya Sang Merah Putih di persada bumi Indonesia. Dalam upaya menyelamatkan Bendera Pusaka itu,  Husein Mutahar terpaksa memisahkan antara bagian merah dan putihnya. Waktu penyelamatan Bendera Pusaka terjadi percakapan antara Presiden Soekarno dan  Husein Mutahar. Percakapan tersebut dapat dilihat dalam buku “Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat”, tulisan Cindy Adams. Berikut petikannya :
    “Tindakanku yang terakhir adalah memanggil Mutahar ke kamarku (Presiden Soekarno, pen.). “Apa yang terjadi terhadap diriku, aku sendiri tidak tahu”, kataku ringkas. “Dengan ini, aku memberikan tugas kepadamu pribadi, untuk menjaga Bendera kita dengan nyawamu, ini tidak boleh jatuh ke tangan musuh. Di satu waktu, jika Tuhan mengizinkannya engkau mengembalikannya kepadaku sendiri dan tidak kepada siapa pun kecuali kepada orang yang menggantikanku sekiranya umurku pendek. Andai kata engkau gugur dalam menyelamatkan Bendera Pusaka ini, percayakanlah tugasmu kepada orang lain dan dia harus menyerahkannya ke tanganku sendiri sebagaimana engkau mengerjakannya.”
    Husein Mutahar terdiam. Dia memejamkan matanya dan berdo’a. Di sekeliling kami bom berjatuhan. Tentara Belanda terus mengalir melalui setiap jalanan kota. Tanggung jawabnya sungguh berat. Akhirnya, Ia memecahkan kesulitan ini dengan mencabut benang jahitan yang memisahkan kedua belahan bendera itu dengan bantuan Ibu Pema Dinata. Bendera Pusaka yang telah dijahit tangan oleh Ibu Fatmawati berhasil dipisahkan. Setelah bendera menjadi dua, masing-masing bagiannya itu, Merah dan Putih, dimasukkan ke dasar dua tas milik  Husein Mutahar. Selanjutnya pada kedua tas tersebut dimasukkan seluruh pakaian dan kelengkapan miliknya. Bendera Pusaka dipisahkan menjadi dua karena ketika itu, Husein Mutahar berpikir bila Bendera Pusaka dipisahkan, tidak dapat disebut Bendera, karena hanya berupa dua carik kain merah dan putih. Hal ini untuk menghindari penyitaan dari pihak Belanda.
    Setelah Presiden Soekarno dan wakil Presiden Muhammad Hatta ditangkap dan diasingkan, Husein Mutahar dan beberapa staf kepresidenan kemudian ditangkap dan diangkut dengan pesawat Dakota. Ternyata mereka dibawa ke
    Semarang dan ditahan di sel. Pada saat menjadi tahanan kota, Husein Mutahar berhasil melarikan diri dengan kapal laut menuju Jakarta. Di Jakarta, Beliau menginap di rumah Sutan Syahrir. Selanjutnya, Beliau kos di jalan Pegangsaan Timur nomor 43, di rumah Sukanto Tjokrodiatmodjo, Kapolri pertama. Selama di Jakarta,  Husein Mutahar selalu mencari informasi bagaimana caranya agar dapat segera menyerahkan Bendera Pusaka kepada Presiden Soekarno.
    Suatu pagi sekitar pertengahan Juni 1948, Husein Mutahar menerima pemberitahuan dari Soedjono yang tinggal di Oranle Boulevard (sekarang Jalan Diponegoro, Jakarta). Isi pemberitahuan itu adalah bahwa ada surat pribadi dari Presiden Soekarno yang ditujukan kepada  Husein Mutahar. Sore harinya, surat itu diambil oleh Beliau dan ternyata memang benar berasal dari Presiden Soekarno pribadi yang pokok isinya adalah perintah Presiden Soekarno kepada Husein Mutahar supaya menyerahkan Bendera Pusaka yang dibawanya agar Bendera Pusaka tersebut segera dapat diserahkan kepada Presiden Soekarno di Muntok, Bangka.
    Presiden Soekarno tidak memerintahkan Husein Mutahar datang ke Bangka untuk menyerahkan sendiri Bendera Pusaka itu langsung kepada Presiden Soekarno, tetapi melalui Soedjono sebagai perantara. Tujuannya adalah untuk menjaga kerahasiaan perjalanan Bendera Pusaka dari Jakarta ke Bangka. Alasannya, orang-orang Republik Indonesia dari Jakarta yang diperbolehkan mengunjungi tempat pengasingan Presiden Soekarno pada waktu itu hanyalah warga-warga delegasi Republik Indonesia, antara lain, Soedjono, sedangkan Husein Mutahar bukan sebagai warga delegasi Republik Indonesia.
    Setelah mengetahui tanggal keberangkatan, Soedjono, dengan meminjam mesin jahit milik seorang istri dokter, Bendera Pusaka yang terpisah menjadi dua dijahit kembali oleh  Husein Mutahar persis di lubang bekas jahitan aslinya. Akan tetapi, sekitar dua cm dari ujung Bendera ada sedikit kesalahan jahit. Selanjutnya, Bendera Pusaka itu dibungkus dengan kertas Koran dan diserahkan kepada Soedjono untuk diserahkan kepada Bapak Presiden Soekarno. Hal ini sesuai dengan perjanjian Presiden Soekarno dengan  Husein Mutahar seperti yang telah dijelaskan.
    Dengan diserahkannya Bendera Pusaka, kepada orang sesuai perintah Bung Karno, selesailah penyelamatan bendera Pusaka oleh Husein Mutahar. Setelah selesai tugas tersebut, Beliau tidak menangani masalah pengibaran Bendera Pusaka lagi, namun sebagai penghargaan atas jasa penyelamatan Bendera Pusaka, Pemerintah Republik Indonesia telah menganugerahkan Bintang Maha Putera pada tahun 1961 yang diserahkan sendiri oleh Presiden Soekarno.
    Pada tahun 1967,  Husein Mutahar dipanggil oleh Presiden Soeharto untuk menangani lagi masalah pengibaran Bendera Pusaka. Dengan ide dasar dan pelaksanaan tahun 1946 di Yogyakarta, Beliau kemudian mengembangkan lagi formasi pengibaran menjadi 3 kelompok, yaitu :
    1.      Kelompok 17         : PENGIRING/PEMANDU
    2.      Kelompok 8            : PEMBAWA/INTI
    3.      Kelompok 45         : PENGAWAL
    Formasi tersebut  merupakan simbolisasi/gambaran peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 (17-8-45). Pada waktu itu, dengan situasi dan kondisi yang ada, beliau melibatkan putra daerah yang ada di Jakarta dan menjadi anggota Pandu/Pramuka untuk melaksanakan tugas pengibaran Bendera Pusaka.
    Menjelang Peringatan Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan RI tahun 1968, Husein Mutahar dipanggil menghadap Presiden Soeharto ke Istana. Karena bendera pusaka kondisinya sudah cukup tua maka Presiden Soeharto meminta pendapat Husein Mutahar, bagaimana caranya agar tidak robek pada saat dikibarkan atau apakah sebaiknya harus diganti. Husein Mutahar menyarankan sebaiknya bendera pusaka tetap dikibarkan sekali lagi, (pada tahun itu) sebagai simbol estafet kepemimpinan dari Presiden Soekarno kepada Pesiden Suharto. Juga sebagai ungkapan penghargaan dan terima kasih kepada para pejuang kemerdekaaan. Untuk menjaga agar bendera pusaka tidak robek saat dikibarkan, maka Husein Mutahar kemudian menambah tali kapas yang dibungkus kain putih dan dijahit dipinggir dalam lebar bendera.
    Tahun 1968, petugas Pengerek Bendera Pusaka adalah sepasang remaja (pelajar) utusan setiap Provinsi di Indonesia. Tetapi karena situasi dan kondisi belum memungkinkan, maka tidak seluruh Provinsi dapat mengirimkan utusannya. Untuk melengkapi jumlah anggota, maka ditambahkan dari anggota pasukan yang pernah bertugas pada tahun 1967.
    Upacara penyerahan Duplikat Bendera Pusaka Merah Putih dan Reproduksi Naskah Proklamasi oleh Presiden Soeharto kepada seluruh Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I di Indonesia dan selanjutnya kedua benda tersebut juga di bagikan ke Daerah Tingkat II berlangsung pada tanggal 5 Agustus 1969, di Istana Negara Jakarta. Hal inilah yang menjadi dasar bahwa Paskibraka hanya ada di 3 (tiga) tingkat yaitu Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.
    Anggota Pasukan Pengibar Bendera pada tahun 1967 hingga 1972 adalah remaja SMA utusan dari 26 provinsi di Indonesia. Setiap provinsi diwakili oleh sepasang remaja yang dinamakan Pasukan Pengerek Bendera Pusaka. Pada tahun 1973, Idik Sulaeman melontarkan sebuah akronim untuk anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka, yakni “PASKIBRAKA”. Adapun suku kata “pas” berasal dari kata Pasukan, paduan ucapan  “kibra”; berasal dari “pengibar bendera” dan suku kata “ka” dari kata pusaka. Sejak itulah penyebutan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka dengan singkatan akronim, PASKIBRAKA (PAS-KIB-RA-KA).
    PASKIBRAKA memiliki sejarah panjang, sepanjang usia Republik Indonesia. Dari sejarah tersebut dapat dilihat bahwa kegiatan PASKIBRAKA tidak hanya sekedar menaikkan atau menurunkan Bendera Merah Putih tetapi lebih dari itu kegiatan
    PASKIBRAKA penuh dengan penanaman nilai-nilai kebangsaan, cinta tanah air, dan rela berkorban untuk bangsa dan negara.  Kegiatan PASKIBRAKA merupakan rangkaian dari matarantai aktivitas yang dimulai dari persiapan, sosialisasi, rekrutmen dan seleksi, pemusatan latihan sampai pelaksanaan pengibaran dan penurunan Bendera Pusaka serta pemberian penghargaan kepada anggota PASKIBRAKA yang telah berhasil menunaikan tugasnya. Guna memudahkan dalam melaksanakan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan PASKIBRAKA dipandang perlu untuk disusun sebuah pedoman kegiatan PASKIBRAKA tahun 2015, yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
    C.     DASAR HUKUM
    1.      Undang-Undang Dasar 1945;
    2.      Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
    3.      Undang-undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan;
    4.      Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019;
    5.      Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2014 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2015;
    6.      Peraturan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Nomor 193 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pemuda dan Olahraga;
    7.      Peraturan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Nomor 0022 Tahun 2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Pemuda dan Olahraga Tahun 2010-2014;
    8.      Peraturan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Nomor 0059 Tahun 2013 tentang Pengembangan Kepemimpinan Pemuda.

    No comments:

    Post a Comment